Agar emosi stabil maka perlu latihan. Emosi itu bisa dikendalikan, bisa diatur dan bisa dilatih. Karena emosi itu muncul berdasarkan kondisi internal atau respon eksternal. Jika kondisi internalnya stabil maka respon terhadap pihak luar juga stabil.
Sebaliknya jika kondisi internal tidak stabil, maka respon emosi terhadap eksternal menjadi tidak stabil. Orang yang tidak stabil biasanya mudah reaktif terhadap kondisi eksternal dirinya dan saat itulah kita menunjukkan ketidakdewasaan diri.
Demikian juga emosi marah, sangat bergantung kondisi internal diri. Semakin tidak terlatih kondisi internalnya menghadapi respon eksternal, maka akan mudah meletup-letup.
Jika gampang marah/emosional, maka akan mudah sekali bertemu dengan hal-hal yang membuat gampang marah. Karena fokus otaknya saat itu pada hal-hal yang tidak di sukai.
Agar emosi stabil adalah menyetel diri sendiri untuk berlatih mengendalikan diri setiap bertemu dengan hal-hal tersebut.
Hal yang paling sering ‘menyenggol’ ketidakdewasaan diri itu justru biasanya datang dari lingkungan eksternal terdekat. Yaitu keluarga sendiri seperti suami, istri, anak, pembantu, dll.
Karena itu, agar emosi stabil dibutuhkan latihan tersendiri. Agar bisa menjadi suami atau istri yang punya sikap kedewasaan dan penyabar dalam menghadapi sesuatu yang tidak disukai terutama di dalam keluarga.
Dalam olahraga, seorang pemain sepakbola bola, menjadi ahli bukan sekadar karena bakat. Melainkan karena memang ada niat menjadi pemain bola andal. Lalu dia latihan serius agar menjadi pemain sepak bola andal sampai level nasional bahkan internasional.
Betapa banyak orang berbakat terhadap sesuatu, namun ternyata tidak menjadi apa-apa dikarenakan tidak diniatkan untuk mengasah bakat tersebut.
Demikian juga dalam olah jiwa. Tidak sekadar bakat lembut, namun bagaimana aga jiwanya terlatih menjadi seorang penyabar, seorang yang dewasa dalam bersikap. Agar emosi stabil, maka perlu diolah da n dilatih.
Jika ada bakat lembut bawaan yang tidak terlatih dengan ilmu dan kehidupan, maka akan salah posisi. Tidak tahu kapan harus menempatkan kemarahan dan kelembutan.
Rasulullah saw menjelaskan, “Siapa saja yang sungguh-sungguh berusaha untuk bersabar maka Allah akan memudahkan kesabaran baginya. Dan tidaklah sesorang dianugerahkan (oleh Allah) pemberian yang lebih baik dan lebih luas (keutamaannya) dari pada (sifat) sabar” (HR. Al-Bukhari, 6105 dan Muslim, 1053).
Berikut ini beberapa cara yang mungkin bisa kita biasakan dalam kehidupan sehari-hari agar bisa menjadi lebih dewasa dan bijaksana dalam kehidupan:
Jarak antara kondisi hari ini yang masih tidak dewasa atau tempramental dengan kondisi ideal yang diharapkan yaitu pribadi penyabar dalam keluarga adalah niat.
Maka pasanglah niat untuk menjembatani jarak keduanya. Jika tidak punya niat sama sekali, maka sulit untuk beranjak dari kondisi semula.
Hal pertama jika orang ingin bisa bisa dewasa dan penyabar adalah dia harus bersyukur terlebih dahulu atas kehadiran mereka. Walau bagaimanapun buruknya mereka, setidaknya telah membuat kita tidak hidup sendiri.
Hidup bersama itu walaupun kadang kecewa masih lebih baik daripada hidup sendiri. Sebab kesendirian itu ibarat kematian sebelum waktunya.
Allah menciptakan manusia dengan berbagai karakter agar saling melengkapi dan menguatkan satu sama lainnya. Hadirnya orang yang mengecewakan agar orang lain menjadi kokoh jiwanya dalam menghadapi hal semacam itu.
Sebagaimana olahragawan bisa hebat karena seringnya latihan. Dan media latihan bagi kesabaran itu adalah saat bertemu dengan kekecewaan. Kalau kita duduk sesama orang baik, tidak akan kelihatan aslinya.
Baru ketika bertemu dengan orang yang menjengkelkan, maka akan kelihatan aslinya pertahanan jiwa kita. Sejauh mana tingkat kesabaran kita.
Karena itu, semakin sering dibuat jengkel, niatkanlah itu adalah media latihan jiwa agar punya ribuan jam terbang pelatihan.
Coba duduk kembali dan rasakan apa yang terjadi saat sedang marah tidak karuan. Suasana tidak nyaman berhari- hari, aura keluarga negatif, komunikasi tidak lancar, dan efek kepada anak-anak juga jelek. Tentu juga akan berefek kepada kelancaran rezekinya.
Biasakan dalam keluarga itu tidak semuanya di bawa dalam keseriusan. Sesekali bergurau dengan anak istri. Hal-hal yang mengarah kepada sensitif perasaan buatlah menjadi gurauan sehingga tidak menjadi baper dan sakit hati.
Sering-seringlah bertemu orang yang sudah punya karakter penyabar. Melihatnya akan ada vibrasi atau getaran aura kesabarannya. Cara agar emosi stabil, maka seringlah bergaul dengan orang yang stabil emosinya.
Kedewasaan itu sangat erat dengan filosofi ilmu yang melatarbelakanginya. Di balik sikap dan respon yang muncul atas lingkungan, itu ada pikiran-pikiran yang melatarinya. Semacam software yang menggerakkan hardware (tubuh) kita. (Baca juga: Suami Sebagai Imam Dalam Keluarga | Tips dan Cara Melatih)
Nah software pikiran inilah yang harus diisi dengan ilmu. Semakin luas ilmu yang menuntun cara berperilaku, semakin bijaksana dan penyabar. Agar emosi stabil, maka kita harus rajin menambah ilmu agama dan ilmu yang bermanfaat lainnya.
Tulisan ini setidaknya yang penulis alami dalam proses menunju kedewasaan dalam bersikap. Walaupun dalam praktiknya tidak selalu mulus, karena berbagai dorongan nafsu pribadi.
Namun setidaknya secara ilmu, kita sudah mengetahuinya. Tetap menjadi penting menjadikan ilmu itu mendahului perilaku. (Baca: Bagaimana Cara Ibu Bisa Mengontrol Emosi Terhadap Anak)
Untuk menambah keberkahan keluarga, Anda bisa bersedekah secara rutin ke Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF), sebuah lembaga amil zakat yang terpercaya di Indonesia sejak 1987.
Percayakan infaq terbaik Anda melalui rekening BRI Syariah nomor 77.00.000.000 atau Bank Mandiri Syariah nomor 703.996.999.2 atas nama Yayasan Dana Sosial Al Falah.
###
Ditulis oleh Adhan Sanusi, Lc,
Konsultan Keluarga & Guru Al-Quran metode WAFA
Foto: pixabay