Agrowisata Desa Olean, Situbondo | Isaac Newton mencetuskan teori gravitasi (1666) ketika kejatuhan buah apel saat ia duduk di bawah pohonnya. Inspirasi yang sama dialami Dr. Yudhistira Hari Sandi, ST, M.Si. Siapa sangka, Yudhistira merintis Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Olean, Situbondo juga mengalami hal yang sama.
Yudis, begitu ia biasa disapa, memulai aktivitas wisata kebun dan hidroponik sejak 2016. Namun jauh sebelum itu, Yudis terinspirasi untuk mengembangkan kegiatan pengolahan hasil tani sejak 2005. (Baca juga: Inspirasi Berbagi dari Ketua Dharma Wanita Situbondo)
Berteduh Di Bawah Pohon Asam
Saat itu ia sedang duduk di bawah pohon asam sambil menunggu sang ibu yang sedang mengajar di sekolah di kawasan Asem Bagus, Situbondo.
Yudis menuturkan kisahnya itu. “Semasa hidup, ibu memang seorang guru. Tugas saya mengantar dan jemput ibu dari rumah ke sekolah. Saya sering menunggu luar sekolah sambil berteduh di bawah pohon asam. Tak disangka, beberapa buahnya jatuh,” tuturnya.
Dari situlah Yudis berpikir karena ingat pada saat bekerja di Kalimantan ia pernah melihat produk Asam Jawa dalam kemasan. Dari situlah ia memilih beberapa buah asam yang jatuh itu dan dipilah.
Lama-kelamaan jadi banyak. Kemudian ia bersihkan dan di-press sendiri secara manual dan dikemas sedemikian rupa agar keliatan menarik dan coba dijual. “Saya jual dengan paketan ke Malang, ke teman-teman kuliah dulu,” ungkap Sarjana Teknik lulusan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang 1999 ini.
Yudis mengaku sempat memasarkannya di Situbondo. “Di sini tidak banyak peminatnya,” ujarnya sambil tersenyum. “Alhamdulillah di Malang malah banyak peminatnya,” sambung lulusan jurusan Teknik Pengairan di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ini.
Tak hanya asam mentah saja, Yudis membuat varian baru. Ia memproduksi minuman asam yang dipasarkan berupa serbuk. Tidak hanya itu, Yudis muda mengolah produk asamnya lagi menjadi permen asam.
“Alhamdulillah, dari hasil olahan dari buah asem muncul berbagai macam produk asam waktu itu. Dan sudah bisa memperkerjakan 25 orang terdiri dari ibu-ibu warga sekitar,” jelas peraih gelar Magister dari Universitas Jember ini (2011). Produk buatan Yudis makin dikenal publik Situbondo setelah mengikuti pameran oleh Pemkab Situbondo.
Tentu saja, Yudis telah melalui perjuangan yang berliku. “Awalnya dulu saya keliling mulai, dari wilayah Besuki hingga ke Banyuwangi. Saya juga pernah asongan menawarkan produk asem ini. Banyak juga warung yang menolak,” katanya sambil tersenyum.
Memang Yudis termasuk sosok yang tak kenal menyerah. Sebelum memulai usaha produk olahan buah asam ini, dia pernah merantau ke Samarinda, Kalimantan Timur (1999). Tiga tahun lamanya ia bekerja di perusahaan jasa kontruksi bagian perencanaan. Lalu ia pulang lagi ke Asem Bagus, Situbondo.
Saat ada keinginan kembali lagi ke Kalimantan, sang ibu tidak mengizinkannya. Dari situlah kemudian Yudis merintis usaha olahan buah Asam Jawa.
Di tengah kesibukannya ini, Yudis terus belajar dan meneruskan jenjang pendidikannya hingga S3 (2016). Harusnya dinyatakan lulus sebagai doktor pada 2019, namun tertunda 2022 ini karena pandemi. Yudis juga tercatat sebagai dosen di Fakultas ekonomi Universitas Abdurachman Saleh Situbondo (UNARS).
Awalnya Tugas Sekolah, Keterusan Jadi Wisata
Karena pada dasarnya Yudis ini tak bisa tinggal diam, pada 2016 lalu ia merintis kebun hidroponik dan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Olean.
“Awalnya hanya membantu tugas sekolah anak saya yang masih SD waktu itu, tugas eksperimen tanaman kecambah. Dari situlah terus saya kembangkan,” bebernya. Kini beragam sayuran dan tanaman dibudidayakan di sana. (Baca juga: Agrowisata Durian di Jember, Potensi Mendunia)
Kini, kebunnya sering jadi tempat Praktik Pekerja Lapang (PKL) atau melakukan pembelajaran bagi para pelajar di Situbondo. Dari situlah kemudian muncul gerakan: Situbondo Berkebun. Agar gerakan ini jadi inspirasi masyarakat sekitar. (naskah | foto: Sucik W)