Cinta. Kata ini memang hanya terdiri dari lima huruf. Namun seribu satu maknanya. Allah berfirman, “Dihiasi pada (pandangan) manusia rasa cinta (hubbu) kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)” (QS. Ali Imran 14).
Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah menukil banyak pendapat tentang makna kata hubbu atau Al Mahhabah. Kata ini juga berasal dari kata Al Habab yang artinya air yang meluap setelah hujan yang lebat.
Dari sini Al Mahabbah dapat diartikan luapan hati dan gejolaknya saat dirundung keinginan untuk bertemu dengan seseorang (kekasih) atau sesuatu yang dicintainya, dikutip dari buku Taman Orang-orang Yang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu karya Imam Ibnul Qayyim (Penerbit Darul Falah, halaman 4, cetakan 15, tahun 2008).
Ada juga ahli bahasa yang mengartikan, “Kecenderungan secara total kepada orang yang dicintai kemudian engkau rela mengorbankan diri, nyawa, dan harta demi bertemu dirinya kemudian engkau mengikutinya secara sembunyi maupun terang-terangan.”
Juga ada yang berkesimpulan, hati yang buta untuk melihat selain orang yang dicintai dan tuli untuk mendengar dari selainnya. Nabi Muhammad bersabda, “Kecintaanmu kepada sesuatu bisa membuat buta dan tuli” (HR. Ahmad).
Di surat Ali Imran ayat 14 di atas, bentuk katanya adalah pasif (dihiasi), pertanyaannya adalah siapakah subjeknya? Siapakah yang menghiasi kecintaan kita?
Menurut ulama, jika kecintaan kita makin mendekatkan kita kepada Allah, maka yang mewarnainya adalah Allah. Jika menjauhkan dari Allah, bisa jadi syetanlah yang meracuni cinta kita.
Jika manusia mampu menepis dorongan buruk, insya Allah manusia menuju arah yang benar. Karena sesungguhnya godaan syetan itu lemah (QS. An Nisa 76). Hanya saja, hawa nafsu manusia itu cenderung pada keburukan, jika tidak dikendalikan (QS. Yusuf 53).
Di sisi lain, godaan yang terbesar justru dari lawan jenis. Hal ini merujuk perbuatan majikan wanita Nabi Yusuf.
“Maka tatkala suami wanita itu melihat baju gamis Yusuf koyak di belakang berkatalah dia, "Sesungguhnya (kejadian) itu adalah di antara tipu daya kamu, sesungguhnya tipu daya kamu (wahai wanita) adalah besar" (QS. Yusuf 28).
“Karena manusia diciptakan (bersifat) lemah” (QS. An Nisa 28). Ayat 28 ini merupakan penjelasan setelah ayat mahram di ayat 25.
Pada ayat 26 dan 27 tersebut potongan kalimat yang sama: Dia (Allah) hendak menerima tobatmu. Imam Ats Tsaury dan Imam Ibnu Thawus menjelaskan, manusia itu lemah dan tidak sabar menghadapi godaan wanita. (Baca juga: Kembali ke Desa Curah Situbondo Mengajar Ngaji)
Karena itulah, Allah menjelaskan aturan mahram dengan gamblang dan mendorong manusia bertobat, sampai diulang dua kali. Allah Maha Tahu, dosa manusia terbanyak dari urusan birahi.
Allah menguji hamba-hamba-Nya, siapa sajakah wanita yang mampu menjaga kehormatan dirinya hingga bertemu pasangan halalnya?
“Apabila seorang wanita shalat lima waktu, berpuasa Ramadhan, menjaga kemaluannya dari zina, dan taat kepada suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki” (HR. Ibnu Hibban).
Dan siapa saja lelaki yang berhasil menepis godaan wanita meski di zaman ini fitnah aurat mengepung, di luar maupun di media sosial?
Menurut penelitian neuro science yang dipaparkan dr. Aisyah Dahlan (dalam video Mengapa Laki-laki Susah Katakan Cinta, di Channel YouTube Muslim Harus Tahu), pria sulit membedakan antara cinta dan birahi. Jika pria wanita berdekatan, maka birahi dan cinta tak ada bedanya.
"Janganlah salah seorang di antara kalian berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita karena sesungguhnya syetan menjadi orang ketiga di antara mereka berdua" (HR. Ahmad). Agar kedekatan itu tidak menjelma jadi maksiat, nikah sebagai jalurnya.
Allah sediakan hadiah istimewa bagi yang mampu menjaga diri. ”Ada tujuh kelompok yang akan mendapat perlindungan Allah pada hari yang tiada perlindungan kecuali perlindungan-Nya: (salah satunya) seorang laki-laki yang ketika dirayu oleh seorang wanita bangsawan lagi rupawan lalu ia menjawab, ‘Sungguh aku takut kepada Allah’” (HR. Bukhari-Muslim).
Ada kisah yang menunjukkan pertolongan Allah disegerakan di dunia ini bagi seseorang yang mampu menepis syahwatnya meskipun dia punya harta dan berkuasa.
Ada tiga orang pada zaman dahulu yang sedang berpergian. Sehingga terpaksalah untuk menempati sebuah gua guna bermalam. Tiba-tiba jatuhlah sebuah batu besar lalu menutup gua.
Salah satu berkata, tidak ada yang dapat menyelamatkan melainkan jikalau mereka berdoa kepada Allah dengan menyebutkan perbuatan baik.
Salah satunya menyebutkannya. "Ya Allah, sesungguhnya saya kenal wanita, anak dari kerabatku. Besar cintaku padanya, tetapi ia menolak cintaku. Suatu saat, ia punya kesulitan. Ia meminta bantuanku. Muncul niat burukku. Saya mau memberikan 120 dinar padanya dengan syarat ia menyerahkan tubuhnya padaku. Dengan berat hati, si wanita bersedia.”
“Ketika saya sudah duduk di antara pahanya, ia berkata, ‘Takutlah engkau pada Allah dan jangan membuka cincinku (keperawanan, Red.) melainkan dengan haknya (menikah).’ Saya pun kaget seraya meninggalkannya dan membiarkan dia membawa 120 dinar itu.”
Lalu pria itu berdoa, “Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian dengan niat untuk mengharapkan keridhaanMu, maka lapangkanlah kesukaran yang sedang kami hadapi ini." Allah mengabulkannya seketika dan batu besar itu membuka sedikit demi sedikit.
Kisah ini bisa dibaca di Kitab Riyadhush Shalihin yang disusun Imam Nawawi, pada bab pertama yang berjudul Keikhlasan Dan Menghadirkan Niat Dalam Segala Perbuatan, Ucapan Dan Keadaan Yang Nyata Dan Yang Samar
Foto: pixabay