Menjadi Suami dan Bapak Sebelum Waktunya | Suatu hari saya menulis di Facebook (akun: Adhan Sanusi): Pesan untuk suami, “Didik istrimu sebelum engkau berusaha mendidik anak-anakmu.”
Lalu ada teman guru dari Aceh membalas: “Jadi suami sebelum punya istri, jadi bapak sebelum punya anak.” Lalu dia menimpali,"Bang, itu istilah pepatah yang sering disebut orangtua di kampung saya jika menasihati anak-anaknya yang sudah beranjak dewasa sebelum berumah tangga."
Ada teman lainnya juga berkomentar: "Didik dirimu sebelum engkau didik istrimu."
###
Anak shalih/ah adalah investasi akhirat bagi orangtua. Ada tiga investasi akhirat sebagaimana di sebutkan oleh Nabi: shadaqah jariyah,iIlmu yang bermanfaat dan anak shalih yang akan mendoakannya (HR Muslim).
Shadaqah adalah amalan unggulan bagi orang kaya, sedangkan ilmu bermanfaat adalah amalan unggulan orang berilmu/ulama. Sedangkan anak shalih adalah amalan unggulan bagi setiap orangtua.
Mencetak Anak Shalih Itu Ada Rumusnya
Bersyukurlah jika kita punya ketiganya. Namun jika kita bukan orang kaya atau bukan ulama, setidaknya kita bisa menghadap Allah dengan mewariskan generasi yang shalih.
Anak shalih adalah setidaknya punya tiga ciri utama: punya hubungan yang baik dengan Allah, dengan kedua orangtuanya, dan juga baik dengan orang lain.
Banyak orang tua yang ingin anaknya baik (shalih). Namun cara yang ditempuhnya justru jauh dari keshalihan. Sebab alat ukur pendidikan mereka ada kesuksesan materi duniawi. Seperti sukses bisnis, punya jabatan, pekerjaan bagus, dll. Sehingga dalam mendidiknya pun alat ukurnya bukan alat ukur keshalihan.
Di dalam keluarga, perilaku anak itu sangat dipengaruhi perilaku lingkungan terdekatnya yakni ibunya. Ismail tumbuh bersama ibunya di Mekkah, jauh dari ayahnya di Palestina.
Itu artinya keshalihan ibu menjadi penentu keshalihan anak. Hak anak adalah mempunyai ibu yang baik. Dan ibu yang baik umumnya tumbuh dari didikan suami yang baik. Walaupun tidak selalu.
Jadilah Suami Sebelum Punya Istri
Mendidik itu berbeda dengan mengajar. Mendidik lebih kepada fokus kepada mengawal perubahan perilaku anak dan meluruskan kembali ke fitrahnya. Mendidik artinya membentuk perilaku baik secara perlahan.
Mendidik itu bukan mengajar, yang hanya cukup dengan transfer ilmu pengetahuan. Pembiasan perilaku baik terjadi jika ada magnetnya berupa keteladanan dan kesabaran orang yang paling dekat yaitu ibunya. Keshalihan itu hanya bisa ditransfer dari keshalihan orang yang paling dekat dengan anak.
Itu artinya mendidik anak shalih itu dimulai dari keshalihan ibunya. Dan keshalihan ibu dimulai dari hasil didikan suaminya.
Maka didiklah istrimu sebelum mendidik anakmu dan didiklah dirimu sebelum mendidik istrimu. Tugas suami adalah menyiapkan ibu yang tahu perannya terhadap anaknya. Untuk mendidik istri, seorang suami sudah harus shalih sejak awal menikah bahkan sebelum menikah.
Seorang suami harus paham dua peran utamanya dalam keluarga. Itulah syarat disebut suami yang qawwam (berjiwa pemimpin). Syarat yang pertama yaitu menjadi pembimbing yang mampu mengarahkan keluarganya dalam ketaatan agama.
Yang kedua adalah kemampuan menafkahi keluarga. Namun dalam kenyataannya, banyak suami hanya menjalankan peran kedua. Namun dia tidak mampu mendidik istrinya. Bahkan banyak suami yang takut pada istrinya.
Menjadi suami sebelum punya istri maksudnya adalah sudah mampu mendidik dirinya sendiri untuk berperilaku shalih. Nantinya ia mentransfernya kepada istrinya. Lalu istri mentransfer kepada anaknya. Keshalihan hanya bisa ditransfer melalui keteladanan. Tidak cukup sekadar diajarkan tanpa keteladanan.
Pengaruh ibu sangat besar pada perkembangan anak. Bukan hanya saat anak lahir tetapi juga saat anak masih dalam kandungan. Itulah sebabnya hikmah diceritakannya kisah Siti Hajar bersama Ismail di dalam Al-Qur'an. Ismail tumbuh dalam didikan ibunya, dan Siti Hajar tumbuh dalam didikan Ibrahim. (Baca juga: Pemuda Bondowoso Merawat Ayah Tunanetra)
Menjadi Bapak Sebelum Punya Anak
Mendidik anak bukan berarti diserahkan sepenuhnya kepada ibunya tanpa ikut campur tangan. Ayah tetap harus menjadi teladan bagi istri dan anaknya. Keteladanan ayah mempunyai dua arah pendidikan: bagi istrinya dan bagi anaknya.
Walaupun ayah jarang bersama anak, namun Al-Qur'an justru menginformasikan dialog keluarga dalam Al-Qur'an justru lebih banyak terjadi antara ayah dan anak.
Setidaknya ada di 14 tempat. Sementara dialog antara ibu dengan anak hanya ada di dua tempat. Dialog ayah dengan anak dalam Al-Qura’n bisa kita lihat dalam beberapa ayat berikut ini:
Dialog Nabi Ya'qub dengan anak-anaknya (Al-Baqarah: 132-13), Nuh dengan anaknya (Hud: 42-43), Yusuf dengan ayahnya (Yusuf: 4-5, 11-14, 16-18, 63-67, 81-87, 94-98, 99-100) , Nabi Syuaib dengan putrinya (Al-Qashash: 26), Luqman dengan anaknya (Luqman: 13-19), dst.
Kenapa dialog ayah dan anak lebih ditonjolkan di dalam Al-Qur'an? Setidaknya ada dua hikmah.
Pertama, ayah adalah pemimpin. Al-Qur'an mengarahkan peran kepemimpinannya. Jika imamnya baik, insya Allah baik pula makmumnya.
Kedua, karena komunikasi seorang ayah lebih berbobot pengaruhnya daripada ibunya. Itu ibarat perhatian guru ketimbang kepala sekolah. Walaupun kepala sekolah jarang memberikan perhatian kepada siswanya karena jarang bertemu. Namun sekali bertemu dan memberi perhatian, dampaknya sangat besar melebihi perhatian gurunya. Wallahu a’lam. (Baca juga: Diacungi Jempol, Sarjana yang Mau Kembali ke Desa Curah Situbondo Mengajar Ngaji)
Oleh Adhan Sanusi, Lc, trainer Al-Quran nasional, tinggal di Surabaya